The Emotionally Heathy Leader bab 1
Mungkin ini adalah salah satu jawaban dari kondisi yang
terkadang sering kurasakan ketika lelah memikirkan kondisi orang lain. Aku
ternyata kurang berdiam, kurang ada waktu berdua dengan Allah saja, jadi hanya
Isan dan Allah, bukannya mengurusi yang lain.
Sangat tertolong dengan membaca buku The Emotionally Healthy Leader. Walaupun sebenarnya membaca buku
ini pun karena tugas mentoring, tapi sangat senang dengan isi buku ini. Sedikit
me-review agar tidak lupa, dan sudah
komit untuk terbiasa menulis.
Bab 1 PEMIMPIN YANG TIDAK SEHAT SECARA EMOSI
“Pemimpin yang tidak
sehat secara emosi: seseorang yang bertindak dalam suatu kondisi yang defisit
secata emosi dan rohani secara terus-menerus, kekurangan kedewasaan emosi, dan
“kehidupan bersama Allah” mereka tidak mampu untuk bisa menopang “pekerjaan
bagi Allah” yang dilakukan.”
Defisit emosi terwujud secara khusus melalui kepekaan yang sangat
kurang. Contoh, kurang peka terhadap perasaan mereka, kelemahan dan
keterbatasan mereka, bagaimana masa lalu mereka memengaruhi masa kini mereka,
dan bagaimana orang lain mengalami semua itu. Juga kekurangan kapasitas dan
keahlian untuk bisa mengerti secara mendalam perasaan mereka dan sudut
pandangan orang lain.
Defisit rohani umumnya muncul dalam bentuk terlalu banyak melakukan
aktifitas. Mereka memberi bagi Allah lebih dari yang mereka terima dari Dia.
Melayani orang lain untuk membagikan sukacita Kristus, tetapi sukacita tersebut
tidak lagi mereka rasakan. Cawan mereka kosong, jika ada pun, setengah terisi,
jarang sekali melimpah dengan sukacita ilahi dan kasih, seperti yang mereka
beritakan kepada orang lain.
Para pemimpin yang tidak sehat
secara emosi hanya sekedar melayani ketika membangun pelayanan mereka.
Ketika kita memberi diri kita
untuk menjangkau dunia bagi Kristus tetapi mengabaikan kesehatan emosi dan
spiritualitas kita, maka kepemimpinan kita pasti bermasalah. Paling buruk, kita
jadi abai, melukai orang lain, dan tidak peka akan keinginan Allah untuk
memperluas kerajaanNya melalui kita.
Empat Karakteristik dari Pemimpin yang Tidak Sehat Secara Emosi
Mereka memiliki kepekaan diri yang rendah
Pemimpin yang tidak sehat secara
emosi cenderung tidak peka terhadap apa yang sedang terjadi di dalam diri
mereka. Mereka menghindar dari memikirkan ketakutan, kesedihan, atau kemarahan
mereka. Mereka gagal melihat bahwa Allah mungkin saja sedang berusaha
berkomunikasi dengan mereka melalui emosi-emosi yang “sulit” ini. Kurangnya
kepekaan emosi seperti ini juga mencakup relasi pribadi dan profesional mereka,
terlihat dari ketidakmampuan mereka untuk mengerti dan bersimpati terhadap
dunia emosi orang lain. Mereka seringkali buta terhadap dampak emosi yang
mereka berikan pada orang lain, terutama dalam peran mereka sebagai pemimpin.
Mereka memprioritaskan pelayanan daripada pernikahan atau kelajangan
mereka
Mereka memberi waktu dan tenaga
terbaik mereka menjadi pemimpin yang semakin diperlengkapi dan memberi sangat
sedikit waktu untuk memupuk kehidupan pernikahan atau kelajangan yang baik,
yang bisa menyaksikan kasih Yesus kepada dunia itu.
Mereka memberikan tenaga,
pikiran, dan kreativitas terbaik mereka untuk memimpin orang lain, tetapi gagal
memberi waktu bagi kehidupan pernikahan atau kelajangan yang kaya dan
memuaskan.
Relasi mereka bersama Allah tidak bisa lagi menopang aktivitas mereka
bagi Allah
Para pemimpin yang tidak sehat
secara emosi selalu memiliki kegiatan berlebihan. Mereka terus mengiayakan
semua kesempatan baru sebelum mendoakan dan memikirkannya dengan seksama apakah
ini memang kehendak Allah. Pekerjaan bagi Yesus bersumber dari kedekatan mereka
bersama Yesus adalah suatu konsep yang asing.
Jika Anda meminta mereka membuat
daftar tiga prioritas utama bagaimana mereka menghabiskan waktu sebagai
pemimpin, jarang yang memasukkan memupuk relasi yang dalam dan mengubahkan
bersama Yesus ke dalamnya.
Mereka tidak punya waktu untuk
dirinya sendiri atau cukup tenaga untuk bersama Allah dalam doa atau membaca
Alkitab.
“Saya merasa seperti tenggelam
dalam kegiatan membangun gereja dan menciptakan suasana bagi banyak orang untuk
bertemu Allah, sehingga saya merasa sudah kehilangan Yesus dalam prosesnya.
Saya membutuhkan sesuatu yang bisa membantu saya terhubung kembali dengan
Allah.”
Yang dibutuhkan adalah waktu
untuk melambatkan tempo bagi Allah, orang lain, dan yang terpenting, bagi
dirinya sendiri.
Mereka kurang menjalankan Sabat
Para pemimpin yang tidak sehat
secara emosi tidak mempraktikkan sabat.
Apa atau siapa yang muncul ketika
Anda berpikir tentang pemimpin yang tidak sehat secara emosi.
Empat Hukum (tak
tertulis) yang tidak sehat dari kepemimpinan gereja
Hukum Tidak Sehat 1:
Sukses itu harus lebih besar dan lebih baik
Ketika kita menggunakan angka untuk membandingkan diri kita
dengan orang lain atau menyombongkan jumlah yang kita miliki, kita sudah
kelewatan.
Masalahnya bukan karena kita menghitung, tetapi karena kita
sudah memegang prinsip dunia bahwa lebih besar itu lebih baik, bahwa angka
telah menjadi satu-satunya hal yang kita andalkan. Ketika sesuatu tidak lebih
besar dan lebih baik, kita melihatnya sebagai suatu kegagalan.
Keberhasilan tidak selalu dalam bentuk yang lebih besar dan
lebih baik.
Allah ingin mereka mengingat bahwa sukacita mereka berasal
dari relasi mereka bersama Dia, bukan
apa yang mereka capai bagi Dia.
Satu-satunya cara adalah dengan memperlambat tempo hidup
kita demi adanya relasi yang lebih dalam dan persatuan dalam kasih bersama
Yesus, dan memiliki beberapa sahabat yang bisa dipercaya yang bisa melindungi
kita dari penipuan diri.
Hukum Tidak Sehat 2:
Apa yang Anda lakukan lebih penting daripada siapa Anda seharusnya
Siapa Anda itu
lebih penting daripada apa yang Anda lakukan.
Kedekatan Anda dengan
Allah pada akhirnya akan lebih penting daripada apa yang setiap kali Anda
lakukan bagi Allah. Kita tidak bisa
memberi apa yang tidak kita miliki. Jika kita menghidupi kebenaran yang kita
ajarkan dan secara pribadi mengalami perubahan karena kebenaran itu, maka
perubahan rohani dari orang-orang yang kita layani akan mengalami kebuntuan.
Pada akhirnya, kehidupan batin saya tampak keluar didalam
pelayanan lahiriah saya. Terutama ketika saya tidak lagi melihat bahwa siapa
saya di dalam batin bersama Allah lebih penting daripada apa yang saya lakukan
bagi Allah.
Identitas Yesus sangat berakar dalam kedekatan dia bersama
BapaNya yang terkasih sebelum dia melibatkan diri dalam melakukan pelayanan
publik.
Apa yang saya lakukan itu bernilai. Siapa saya jauh lebih
bernilai. Yesus memprioritaskan kedekatanNya bersama Bapa. Jadikan usaha
mencari wajahNya dan melakukan kehendakNya sebagai prioritas utama Anda setiap
hari.
Hukum Tidak Sehat 3:
Kerohanian yang dangkal itu biasa
Kita tidak boleh hanya melihat luarnya saja, kita juga perlu
memerhatikan hatinya, dan ini dimulai dari hati kita sendiri.
Kita butuh memperlambat tempo hidup. Berdiam diri dan solitude, berdiam bersama Allah ketika
kita berusaha membawa kabar baik dari Yesus kepada dunia sekitar kita.
Hukum Tidak Sehat 4:
Jangan merusak suasana selama pekerjaan bisa diselesaikan
Saya tidak bisa membangun Kerajaan Allah dengan kebohongan
dan kepura-puraan. Sebuah pelajaran yang efektif bagi para pemimpin tentang
perlunya melibatkan diri bukannya menghindari konflik dan percakapan-percakapan
yang sulit.
Reviewnya sungguh memberkati, kak isan dan bisa menjadi bahan untuk refleksi bagi diri kita.
BalasHapusDahulu saya masih termasuk seseorang dalam memimpin yang mengalami defisit rohani , dan terlalu tenggelam dalam aktfitas melayani. Namun seiring berjalanya waktu Tuhan sudah mengubah perlahan. Dengan bnyak hal termasuk salah satu yg saya lakukan adalah menjalankan sabat.
semoga memberkati para pembaca yang lain untuk bisa melahirkan karakter dalam memimpin dan melayani yg sehat dan jangan tenggelam dalam hukum tidak sehat sehingga kita bisa memaksimalkan peran kita dimanapun kita berada. Tuhan Yesus Berkati.